--- terspesial untuk
Ridho Afwan Rahman
Awal
Mula
Jika berbicara mengenai
Babad Alas (Band-band-an lan rasan-rasan) berarti wajib membicarakan latar
belakang pembentukannya. Kisah yang melingkarinya dan alasan-alasan kenapa
Babad Alas dilahirkan. Singkat kisah, pada waktu itu, BEM masa ketua Fajar Riyanto
menangkap dan merasa khawatir terhadap atmosfer kampus yang dingin dan datar.
Kampus yang kering bak kemarau tak berkesudahan. Pasang surut kegiatan dan
keramaian. Apalagi ketika itu tidak ada ruang yang dapat merangkul
musisi-musisi otodidak media rekam. Atas dasar itulah Babad Alas diciptakan.
Di sisi lain, Babad
Alas lahir menanggap respon anak-anak media rekam yang menyukai rasan-rasan.
Daripada rasan-rasan hanya dinikmati oleh segelintir kaum kantin, oleh
anak-anak penggagas, konsep rasan-rasan dihadirkan diatas stage bersama suguhan musik. Hal ini dilakukan agar terjadi persebaran
gosip ataupun kabar samar kepada khalayak ramai. Toh, kita sama-sama tahu, gosip-menggosip
selalu mampu menciptakan daya lecut ‘tuk menggairahkan aktivitas kampus.
Dalam kegiatan
bermusik, Babad Alas mempunyai cita-cita untuk mengelola anak-anak yang mempunyai
kesamaan hobi, yaitu band-band-an. Selama ini adat bersenang-senang khususnya
di bidang musik hampir tidak terjadi lagi. Intensitasnya menurun drastis bila
dibandingkan dengan masa terdahulu. Padahal, musik salah satu obat mujarab
mengobati kesuntukan. Dengan diadakannya Babad Alas, semoga saja tradisi
bermusik media rekam dapat semarak kembali. Semoga saja anak-anak tidak lupa
berpesta ria.
Ujian
dan Perkembangannya Hingga Hari Ini
Rencana-rencana yang
telah disusun ditambah sedikit awang-awang ternyata banyak menemu kendala.
Seperti siapa yang harus melaksanakan acara itu dan konsep utama Babad Alas
yang sering kali luput di setiap penyelenggaraan. Semuanya masih berjalan
secara serampangan dan membabi buta asal ada. Hanya pada Babad Alas edisi
pertama sajalah yang mendekati konsep awal seperti yang telah diungkapkan
diatas.
Memasuki perhelatan
kedua, ketiga dan keempat arah filosofis Babad Alas mulai bergeser. Yang
tadinya sebagai mimbar ngrasani akhirnya tidak berjalan maksimal. Rencana untuk
mengajak anak-anak media rekam lainnya untuk unjuk gigi diatas panggung juga
tidak berjalan lancar. Malahan yang tidak terduga sekarang ini bahwa Babad Alas
dibaca sebagai tempat syukurannya anak-anak wisuda.
Kita tidak bisa menolak
takdir ini. Takdir bahwa anak-anak kampus tidak pandai mengorganisir sesuatu.
Itulah kenapa pada saat itu, masanya Fajar Riyanto, penanggung jawab Babad Alas
selalu diberikan kepada kolektif satu angkatan. Dengan maksud apabila dipegang
satu angkatan secara bersama, Babad Alas dapat terselenggara dengan baik.
Namun, tidak semulus
dalam bayangan, ternyata cara itu tidak membuahkan hasil. Metode itu membuat
Babad Alas berubah arah tujuan. Karena kenyataannya, semakin banyak kepala alias
pikiran-pikiran, telah menggeser ideologi Babad Alas.
Babad
Alas Terkini
Memasuki perhelatannya
yang kelima, Babad Alas kembali diuji. Apakah masih mempunyai daya pesona untuk
menarik anak-anak media rekam untuk beraktivitas di dalamnya ataukah Babad Alas
memang ditakdirkan berumur pendek? Jika memang Babad Alas masih dianggap
penting, berarti harus ada orang-orang yang sudi selo untuk mengurusi segala
tetek bengek keperluan.
Idealnya, Babad Alas
–yang masuk dalam program BEM, harus dilaksanakan oleh divisi yang membawahinya
(dan anggota-anggota divisi itu) atau rancang metode lain yang lebih efisien
dan tepat guna. Pabila ingin terus eksis maka perlu dilakukan penjagaan ideologi
yang baik dan anak-anak yang mampu memberikan perhatian lebih kepadanya.
Fokus utama yang harus
segera dilakukan yaitu mengembalikan Babad Alas ke jalurnya. Ke ruhnya seperti
awal kelahiran. Sebagai tempat melepas penat dengan bermus(r)ik dan nggosip
asyik!
November 2014
(muhamadef)
November 2014
(muhamadef)