Monday 7 December 2015

Resensi Filem Lelaki Harapan Dunia


KOMEDI HITAM DARI NEGERI MELAYU
Penulis : Arief Budiman

Pak Awang (Wan Hanafi Su) yang dulunya adalah seorang penyanyi, berusaha untuk memindahkan sebuah rumah tua di dalam hutan atau biasa disebut warga desa rumah Amerika, yang telah lama diyakini berhantu oleh warga desa sebagai hadiah pernikahan putrinya. Di lain tempat seorang imigran berkulit hitam Solomon (Khalid Mboyelwa Hussein) yang berjualan secara ilegal, kabur dari tangkapan aparat dan menuju ke dalam hutan yang kemudian menemukan rumah tua tadi dan menggunakannya sebagai persembunyian. Namun beberapa warga desa meyakini bahwa Solomon adalah penunggu yang ada di dalam rumah tersebut, yang pada akhirnya membuat semua warga desa percaya dan ketakutan. Semua kejadian-kejadian tentang kehilangan, penyakit dan kesialan lainnya disambung-sambungkan dengan rumah tua tersebut, mereka merasa bahwa penyebabnya adalah karena memindahkan rumah tua itu. Keresahan warga desa membuat rumah tua yang diinginkan Pak Awang sebagai hadiah pernikahan putrinya batal dipindahkan, serta membuat Pak Awang menjadi dikucilkan serta dimusuhi oleh warga desa tersebut.
LELAKI HARAPAN DUNIA, filem dengan genre komedi arahan sutradara Liew Seng Tat yang berdurasi kurang lebih satu setengah jam ini merupakan sebuah filem yang berlatar belakang cerita sebuah desa di Malaysia. Filem ini terlihat sangat menonjolkan kultur yang ada di Malaysia, serta memperlihatkan sebuah perilaku yang kecenderunganya dimiliki oleh negara-negara timur terutama Asia yaitu mengenai perilaku berkolektif dan bergotong-royong. Tak hanya drama, komedi juga menjadi pelengkap di filem ini. Tetapi yang tertangkap di filem ini adalah bukan sekedar komedi melainkan sebuah black comedy (komedi hitam).
Black comedy sendiri merupakan salah satu jenis komedi yang biasanya mengenai sisi gelap atau mengenai kehidupan sehari-hari, selain itu hal-hal yang biasanya ditertawakan adalah sesuatu yang sebenarnya tragis. Biasanya mencakup kejadian politik, rasisme, agama, terorisme, dan peperangan. Black comedy bisa dibilang adalah salah satu cara lain untuk menertawakan sesuatu. Black comedy juga mengajarkan kita untuk berani menertawakan sesuatu yang menyedihkan dalam kehidupan dan yang terjadi akhir-akhir ini.
Liew Seng Tat memang cukup dikenal sebagai pembuat filem yang bernuansa black comedy. Tidak hanya sekedar membahas tentang kepercayaan dan mitos, namun Liew Seng Tat juga memasukkan politik ke dalamnya. Bermula pada adegan kedatangan pejabat dari sebuah parpol yang disambut oleh para warga desa dengan menyiapkan musik pengiring dan tulisan penyambut. Tulisan tersebut dibuat besar dan setiap huruf dipegang oleh beberapa warga desa, tetapi ketika mereka berada pada posisi masing-masing tulisan yang seharusnya “SELAMAT DATANG” menjadi “ELAMAT BANGSAT” dan “SELAMAT BATANG”. Adegan tersebut terlihat sebagai sebuah sindiran kepada parpol-parpol yang biasanya melakukan kampanye atau melakukan acara tertentu di sebuah desa dengan tujuan menarik masa serta perhatian demi kepentingan mereka dengan memberikan sejumlah uang yang biasa disebut donasi atau sumbangan. Kemudian terdapat seorang pemuka agama yang mengidap tuna netra, yang menggunakan kacamata hitam bemerek RayBan dan beradegan mengumandangkan adzan, adegan tersebut terlihat sebagai sebuah sindiran karena tidak sedikit saat ini pemuka-pemuka agama yang tetap ingin tampil mencolok serta sangat memperhatikan fashion mereka. Para warga desa yang sangat kental dan kuat kepercayaannya pun dapat dengan mudahnya dipengaruhi serta melakukan tindakan-tindakan kekerasan dan percaya terhadap takhayul bahkan dukun. Namun di filem ini juga melawan balik tentang kebiasaan yang ada dan menjelaskan bahwa supranatural itu tidak bisa sepenuhnya dipercaya. Banyak hal-hal konyol yang dilakukan dengan berpikiran pendek oleh warga desa yang sebenarnya mereka memiliki kepercayaan agama yang sangat kuat. Filem ini juga membahas isu ras yang ada di negaranya sendiri, terlihat dengan penamaan Cina terhadap salah satu karakter yang ada di dalam filem ini. Tidak hanya itu terdapat juga beberapa sindiran kecil mengenai Indonesia melalui perbedaan nilai tukar rupiah dengan ringgit. Selain itu juga terdapat sindiran mengenai negara Cina yang saat ini menjadi salah produsen yang cukup merajai pasar dunia dengan mengatakan “kualistas singkong” pada barang hasil produksi Cina.
Jika diceritakan kembali dengan melihat komedi-komedi yang sebenarnya merupakan sebuah sindiran di filem ini adalah tentang politik yang meracuni warga yang akhirnya membuat perpecahan dan menimbulkan kesalah-pahaman diantara mereka. Rumah di filem ini yang disebut-sebut sebagai rumah Amerika oleh warga desa karena besar dan bercat putih menyamakannya dengan White House di Amerika, mereka anggap sebagai penyebab masalah yang terjadi kepada mereka, atau dalam artian lain White House itulah penyebab utama masalah dalam filem ini. Semua warga desa yang awalnya tidak memiliki masalah, mereka menjadi berselisih tentang hal yang rasional dan tidak rasional, mistik, kepercayaan, prinsip hingga akhirnya berujung kepada kekerasan. Karakter Pak Awang pun yang awalnya sabar menjadi berubah karena putus asa, dari berpikir rasional menjadi berpikir tidak rasional dan membalas apa yang diperbuat oleh warga desa kepadanya, yang terjadi adalah Pak Awang terkena batunya sendiri karena perbuatannya. Semua yang terjadi adalah saling berbuat hal-hal yang tidak rasional karena ketakutan dan keputusasaan. Hal anarkis juga terjadi dengan iming-iming kepercayaan.
Keseluruhan filem ini tidak hanya menceritakan tentang isu hantu yang ada di rumah Amerika tersebut, tetapi memiliki kekayaan cerita lain di dalamnya, tidak hanya satu layer tetapi cerita ini memiliki layer-layer lain di dalamnya. Bisa dibilang bahwa LELAKI HARAPAN DUNIA merupakan salah satu filem black comedy yang baik yang dimiliki oleh Malaysia saat ini. Dengan judul LELAKI HARAPAN DUNIA setidaknya dapat menjadi cermin kita di mana laki-laki yang kental dengan kekuatan, maskulinitas, dan yang biasanya menjadi pemimpin, agaknya harus bisa mawas dan berpikir rasional dalam menanggapi suatu hal atau isu, terlebih jika isu tersebut menyangkut adat dan kepercayaan yang mungkin saja memang dibuat hanya untuk kepentingan politik kalangan tertentu.