Saturday 19 November 2016

Sore Ini dan Bla Bla Bla vol. 2

Vol. 2: Oh Puisi Cumbulah Aku Sampai Kita Berdua Lemas



--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Bacaan pendukung.


Intimasi Sampai Nanti

Edar pandang dan dengar di
“Sore ini dan Bla bla bla Vol.2”

Gerimis mengundang di penghujung senja bertepatan dengan acara baca puisi teman-teman BK. Kami biasa berkumpul di ruang taman FSMR, tak jarang pula di parkiran depan ruang BEM. Syukurlah hari itu hujan, jadi kita bisa migrasi ke tangga depan dekanat. Biasanya ruang itu riuh ramai oleh suar suara mahasiswa main monopoli, kini diramaikan oleh kopi, teh, gula, kursi plastik panjang, gitar, harmonika, serta beberapa buku dijajar rapih diatas tikar. Semua disiapken untuk menyambut gerimis dengan iringan merdu puisi. Acara yang rencana di mulai pukul tiga senja, sedikit molor karna hujan mungkin (?) Semoga semua terobati dengan hangatnya kopi, teh dan buku-buku. Ada sebagian wajah baru yang ikut duduk, semoga bukan cuma ikutan berteduh hehehe…

Acara dibuka dengan Mas Izul sebagai moderator dengan sebait duabait puisi, tak lupa diiringi gitar dari Mas Bagas. Duduk pada kursi plastik panjang di depan tangga menghadap gedung dekanat, “Semoga ini bukan orasi,” kata mas Fery Sate. Bebas, mau berdiri mau duduk. Pokoknya ya disitu. Pembaca puisi satu selesai, giliran dia menunjuk temannya untuk membacakan puisi lainnya. Sekitar 33 mahasiswa saling gilir menyimak dan membaca puisi. Lalu tiba saatnya mas Adit dengan iringan khas perkusi mas Rangga. Habis liat performance mas Rangga, jadi pengen ngiringi baca puisinya. Memang ga mahir-mahir amat main musiknya, justru itu jadi bahan motifasi kawan lainnya. Oh iya, asal mula “Oh Puisi Cumbulah Aku” ya dari inisiatif kawan BK untuk membikin kumpulan puisi. Lumayan banyak yang mengumpulkan, sekitar 37 penulis dengan 59 judul yang akhirnya terjilid.

Tak hanya warga FSMR saja yang ikutan baca puisi, ada mbak Ayi sama mas Fahmi dari fakultas pertunjukan ikut meramaikan baca puisi, merinding. Begitu pula dari teman-teman Barasub, walau datengnya pas kita lagi reringkes, tapi perlu jadi perhatian kalau-kalau banyak peminat di luar mahasiswa FSMR. Ya, siapa tau proyek BK kedepan bikin “Musikalisasi Puisi Tingkat Institut” gitu :)

Semua berjalan beriringan, bergiliran. Begitu seterusnya dengan banyak bumbu-bumbu dari luar. Secara kita duduk di jalan, pasti banyak orang yang lalu-lalang. Ada staff kantor yang pada mau pulang diboncengin temennya, ada yang cuma mau presensi sidik jari, ada juga temen-temen habis kuliah numpang lewat sambil lalu, juga ada ibunda Haruka yang lagi ringkes-ringkes piring gelas kantin, tak lupa mampir berfoto kerna diteriakin suruh foto… Ndak cuma itu, letak kampus yang dekat dengan permukiman penduduk Sewon tak memungkinkan lingkungan kampus bersih dari aktifitas warga. Adek-adek kecil yang berseliweran di seberang FSMR, dengan montor KLX mininya jelas menggelitik telinga kami. Brem..brem…begitu bunyinya. Berhasil bikin kita nyengir, pun ada yang kelepas tertawa. Bahkan, yang biasanya hanya riuh mahasiswa terdengar, kini kami bisa merespon lingkungan sekitar. Jadi lebih peka sama sekitar, ada apa dikit diperhatiin, ada siapa lewat disuruh berhenti baca puisi (sayang gak berkenan). Intinya kita makin deket dengan medium baca puisi, walau memang distraksi eksternal kadang menang. Tapi bukannya itu ya yang jadi tujuan kita? Bersama melihat dan membicarakan sekitar kita dengan ringan saja? Mungkin aja intermezzo tadi jadi salah satu cara untuk mengakrabkan. Dengan gerakan-gerakan kecil namun rutin, niscaya akan menggugah rasa penasaran teman-teman lain. Ikut beredar dikampus, saling berbagi cara pandangan dan pemikiran. Yaa se-enggak-nya kampus kita ga kaya “kuburan” aja sih :))

Ditulis oleh Dinanda Nisita
10 Oktober 2016

07:12 AM

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Suasana Acara.













Wednesday 5 October 2016

Sore Ini dan Bla Bla Bla vol. 1

Vol. 1: Halo, Bagaimana Kabarmu?



-------------------------------------------------------------------------------------------

Bacaan Pendukung.


Di sebuah sore sempurna yang sinar oranyenya menembus dari sela ranting pohon munggur, angin yang berhembus perlahan mendarat paripurna di permukaan kulit tubuh dan sementara suara langkah gontai mahasiswa terdengar lamat-lamat dari arah dekanat, kami dengan perasaan bersuka-gumbira mengunjungi seseorang yang sering dianggap penyelamat oleh para mahasiswa, wabilkhusus mahasiswa lapar namun tak berduit. Tampilan fisiknya yang baby face dan sifatnya yang lentur serta fleksibel membuatnya dekat dengan mahasiswa.
Ia tak hanya pintar meramu masakan yang dipesan spontan tapi juga pandai momong ketika ada mahasiswa yang sedang bermuram durja. Sosoknya yang keibuan sering membikin hati merindukan orang tua di sana. Ia adalah sosok penting, pegiat kuliner tingkat grass root.

Adalah Ibu Anton, istri dari Bapak Anton, telah dini mengajarkan kepada kita bahwa jika ingin mendaulat diri menjadi seorang aktivis haruslah dimulai dari masalah-masalah sepele. Satu misal iaitu masalah perut. Urusan perut merupakan urusan paling fundamental. Politik adalah lidah. Barang siapa menguasai pangan maka ia pasti mendapat kuasa. Ketiadaan perasaan kenyang akan membuat kendornya semangat pergerakan, dan kemerdekaan mustahil tercipta.

Movement yang dilakukan Ibu Anton mungkin tidak akan tercatat oleh penulisan sejarah namun gerakannya penting untuk diingat. Ia telah mengajarkan konsep keihklasan kepada kita bahwa perjuangan harus dilandasi dangan hati tanpa ada hasrat mendapatkan imbalan. Hal itu tercermin nyata dari sikapnya yang tangguh nan teguh. Ia tak kapok-kapok membuka kantin meskipun buku utangnya kian menebal saban hari.

Inilah hasil obrolan santai dan singkat dengan beliau. Selamat menikmati.
(hasil obrolan tetap dipertahankan dan dituliskan sesuai bahasa ucapnya demi menjaga unsur keaslian karakter tokoh serta atmosfer-suasana)

K: Bu Anton ki seko tahun kapan tho bukak kantin iki?
BA: Seko tahun 2011 opo 2010 yo mbak? (bertanya pada Haruka, asisten Bu Anton, bukan nama sebenarnya hanya panggilan sayang dari rekan-rekan mahasiswa)
H: 2010. Akhir bulan kae, September 2010.

K: O berarti aku mlebu kae yo, eh tapi aku yo iseh ngonangi Mak Badar, nah bar kuwi Bu Anton mlebu.
BA: 2010 kuwi ketokke, Oktober opo September.

K: Seko biyen awal nganti saiki, luwih rame ndi buk?
(Bu Anton berhenti sejenak. Ia bergerak melayani seorang mahasiswa yang membeli rokok. Mahasiswa itu ternyata Fajar Riyanto, seorang mahasiwa veteran)

K. Aku ra sisan pakde? Hahaha.
FR: Ha monggo ben dicatet Bu Anton. Hahaha. Nek aku udah ndak punya tanggungan, udah tak bayar semua, soalnya yang mau lulus, semua diteror hahaha.
(Fajar Riyanto pamit pulang dan Ibu Anton melanjutkan obrolan)
BA: Paling laris ki tahun piro yo. Pokok e kuwi rameeee banget, pas ono proyek kae kan rame banget, pas jamane Tejo kae lho. Sakdurunge barang.

K: Berarti iso dititeni seko angkatane Tejo sih ono yo?
BA: 2012 po yo (sambil mengawang ke atas) Kuwi paling rame banget wi. Iyo 2012 akhir ke bawah ki rame banget. Ning akhir-akhir iki sepi wisan, 2016 iki. Nek 2015 iseh tetep rame. Mung awal semester iki keroso rodo sepi.

K: Ibu kan bendino neng kantin, trus bendinane yo ketemu cah-cah, mahasiswa, dosen-dosen, karyawan. Kantin kan dadi pusat persinggahan ngono kae, nek ono jeda kuliah rene, nek bali kuliah rene, nek lagi suntuk rene, dan paling ora kan bu anton ngerti nganu to buk, sing dirasakke mahasiswa ki kepie? Sing dirasakke dosen ki koyo pie? Gersulone, sambate koyo piye, kan mesti ngerti kabeh, bahkan Bu Anton yo sambat barang to. Nah opo sing dirasakke Bu Anton seko kui kabeh?
BA: Yo nek menurutku biasa-biasa we to nek hal-hal ngono kuwi. Biasane cah-cah ndene, nek ra ndedit muni, “Buk, aku randedit.”

K: Ngutang ngono kae yo buk?
BA: Haaaa. Ngono kuwi. Biasa tho kui.

K: Ngomongke bab utang buk, nganti saiki, utang paling uakeh sing tau dicatet Bu Anton ki piro?
(Haruka dari depan pintu tengah tiba-tiba menyahut)
H: Rongatus!
BA: Rongatus luwih.

K: Luwih piro kui buk?
BA: Yo rongatus seket ewuan lah nek ra salah.

K: Nek sing yang paling sithik? Hahaha.
BA: Yo nek sing paling sithik yo…. (sambil tertawa) Mangewu. (berhenti sejenak untuk berpikir) Sek tak anu kan ngene, bocah-bocah ki ngko do teko akeh tho. Teko madang, nah aku raiso nguaske siji-siji wonge kan, biasane ono bocah langsung do kabur ngono. Ora mbayar.

K: Bocahe lali ngono kae? Tur tetep mbalik tho buk dino sakwise? Ora mbok tegur buk?
(berhubung file suara terkena error, hasil jawaban dari pertanyaan di atas gagal ditranskrip. Mohon maaf)

K: Buku-buku utang sing wis kebak kuwi yo iseh disimpen buk?
BA: Wuuu.. wis tak buang, wis do ilang barang e.

K: Sing iseh disimpeni suk tak scan e wae bu, tak fotone.
BA: Hahaha dingo ngopo?

K: Dinggo arsip, soale kuwi lucu banget buk hehehe. Lha, nek sing rung bayar piye buk nek bukune wis digenti opo ilang?
BA: Ha wis tak salin neng buku anyar.

K: Suk golekke yo buk yo buku-bukune sing wis kebak, nek rung kebuak lho.
BA: Akeh sing do ilang, sik iseh kan yo sik iki (sambil menunjuk buku utang terbaru)

K: Sesuk iki nek kebak ojo dibuang lho buk.
BA: Lha iki wes kebak (sambil menunjuk buku utang terbarunya sekali lagi)

K: Yo sesuk tak nganune, tak scane yo, aku nyilih.
H: Ibuk wae nganti galau mbukak catetan (dibaca: buku utang).

K: Nek keluhan buk. Ono ora?
BA: Sek, sek, tahun piro yo kui. Kae akeh tenan, dadi ono cah-cah pespa lawasan kae lho. Pespa lawasan do teko kae, wonge koyo brutal-brutal kae njaluk rokok bungkusan-bungkusan.  Akhire ngomong “Buk, catet.”Berhari-hari ra teko meneh. Lha kene kan yo piye yo. Tak takokke bocah sik liyane ora do kenal, padahal kuwi bendinane teko kene. Tak kiro kan bocah kene do ngerti, ning do ora ngerti ternyata. Ora kenal karo wong kuwi, tapi kok teko neng kene ngono lho.

K: Dudu mahasiswa kene berarti?
BA: Aku ra kenal. Ha tak kiro kan bocah-bocah do kenal. Nek dosen-dosen ra doh berkeluh kesah neng kene. Ning kene mung madhang.

K: Nek cah-cah buk, ono ora sing curhat ning Ibuk?
BA: Yo rahasia, raiso tak ceritakke kuwi.

K: Sing rahasia kuwi tetep disimpen, tur biasane cah-cah cerita bab opo to buk? Rasah nyebutke jeneng rapopo.
BA: Nyeritakke opo yo? (sambil sedikit menahan ucapannya)

K: Ha kan biasane aku ngerti bu anton lagi dicurhati. Ojo diganggu sek iki berarti hahaha.
(Haruka lagi-lagi kembali menimpali)
H: Mahasiswa sik curhat ki jarang, paling yo mung jajan.
BA: Hooh, paling yo mung jajan biasa. Bar kuwi njuk, “Buk, sesuk yo” Hahahaha.
(Bu Anton dan Haruka tertawa)

K: Trus iki terakhir ki. Nek seko Ibuk dewe ki, sing diarepke seko kantin media rekam ki sing kepiye?
BA: Sing jelas ki, bocah-bocahe kan ora koyo ndisek to. Nek koyo ndisek lagi mlebu kan kompak ngono lho, jaman-jaman kae kantin rame banget. Dadi setiap hari ki kantin iso rame ngono lho…
Nek koyo saiki kan biasa ngono lho, dan bocah-bocahe ki koyo piye yo… Opo mergo PPAK-ne wingi ngono kuwi yo? Gek karo senior ki ora ono ikatan piye-piye yo?… Ngono kuwi lho sik tak maksud.

K: Nek seko nganu buk, seko kampus kan kantin ki ra dikei kursi padahal cah-cah e tambah akeh.
BA: Nek mejo iki kan aku usaha dewe, nggowo dewe aku. (sambil mengarahkan pandangannya ke arah ruang kantin depan)

K: Ono pesen ra buk nggo birokrat dhuwuran?
BA: Yo nek iso kan kantine iki dimajukke, dijembarke. Rencanane kan bagian mburi iki meh dikei atep dadi iso dikei mejo ro kursi, tapi kan isih rencana dan bakalan sui to kui.

Ndisek kan mejo-mejo dideleh karo cah-cah ning ngarep, tur raoleh. Kon mindah neng mburi. Tur tep dieyeli to. Yowes dipasangi kuwi saonone sek ben iso dinggo nongkrong. Nah neng mburi kan lahane kosong dadi iso tambah rame to kantine, nongkrong dadi luwih penak, ono iyup-iyupe. Yo mungkin suatu saat isolah kantin iki maju.

Aku ki asline ono mejo ro kursi. Tur meh tak deleh endi ngono lho, nggone kan ora ono.

K: Mbiyen kan tau to buk, Pak Anton nggawe mejo ro kursi.
BA: Iyooo biyen kaeee.
(file suara rusak, obrolan selanjutnya tidak terselamatkan. Mohon maaf sekali lagi. Muah :))

Selesai.

-------------------------------------------------------------------------------------------

Suasana Acara:






























Friday 22 April 2016

Gerimis Frustatera


Simbol-simbol terbang bebas di kotak sempit
Tukang tempel hampir mengecap sabun di lorong pemukiman
Tidak susah-susah jika mau menjenguk
Bingunglah di sini, mau apa dan diapakan
kalau saja mata masih erat berdua
Ya disini yang bersedih sendu
Kompak bersama tergelepar di dalam ruang dengan air conditioner

Sudah selesai belum
Sampai berbuih pun hanya menunggu air terjun netes ke atas
Seperti kulit rambut yang dikupas sampai terlihat isi pikirannya
Padahal tidak tau rasanya
Tidak mengerti caranya
Susah mendalaminya
Tapi bukan berarti bisa selesai
Mesti mencari lagi berkas-berkas di gudang untuk ingat-ingat

Mengingat itu susah
Susah diingat caranya
Cara untuk mengingat itu kadang terlupa

Menangis dalam hati itu nggak guna
Nggak ada yang tau
Kalau memang mau keluar ya tinggal bilang
Kutantang keluar pun kamu loyo
Jangan dilanjutkan, hidupmu miris kalau begitu
Ayo keluar, anggaplah aku setan
Biar kamu keluar sebagai lelaki

Aku tau sekarang kunci itu sedang kamu pegang
Ah, kamu mulai frustasi


RK 1, 29/3/2016

r a r

Aku Sering Berpikir Tentang Ini


Lantai itu mulai bisa merasakan
Saat wangi tubuh kita sudah habis meresap
Kini penuhlah tiap ruangan yang kita tempati itu
Kita sama-sama, berdua
Berputar-putar tak ingat waktu
Meraya potongan daging panggang dan anggur kesukaanmu
Hingga memutik remahan roti di atas meja untuk dapat tenang bersandar dan tertawa berdua
Aku mungkin belum tua
Tapi aku berbohong

Jangan terus terusan kamu melihat album foto itu
Tak ada lagi rasa seperti dulu
Ledakan-ledakan itu
Penyatuan-penyatuan itu
Sekarang, semua lebur jadi kebiasaan
Bukan lagi seperti
Namun memang sudah tak perlu lagi memilih

Kita di rumah wangi ini, telah cukup berharga
Biarkan mereka yang terjaga senyumnya, yang meneruskannya
Terima kasih untuk dedikasi cinta di setiap pagi
Tiap genggam bantuan saat ku mulai tak lagi mampu berjalan ke kamar mandi itu sendiri
Tiap helaan keyakinanmu kepadaku, di kala dokter pun sudah tak bisa menjawab

Jangan paksa dirimu untuk mengurusku lebih lama dari ini
Jangan khawatirkan soal cinta
Biarkan aku tenang, dan kita akan bertemu di sana tak lama lagi
Terima kasih wahai kasihku
Habis sudah waktunya
Biarkan ku mencium tanganmu sekali lagi


27/3/2016

r a r