Saturday 28 February 2015

(((SEGERA CETAK)))


Akhirnya setelah beberapa bulan menunggu. Projek ini selesai juga dengan rasa kegembiraan dan suka duka yang bercampur. Semoga apa yang telah kami kerjakan selama ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya. Dan berikut ini adalah tulisan singkat mengenai projek fiksi pendek,

Menulis cerita pendek merupakan upaya kami untuk memperlihatkan dan menyatakan berbagai macam imajinasi ke bentuk teks. Sejauh apa kita semua dapat bergerak dalam ruang teks dan selanjutnya dijabarkan melalui beraneka ragam cerita.

Terdapat 15 penulis yang mengirimkan karya di projek ini. Setiap penulis ini mempunyai kekhasan masing-masing. Hal ini tampak pada bentuk dan cara bertuturnya. Tema-tema yang tercipta juga bermacam-rupa.


Projek ini kami ciptakan bertujuan antara lain, dan yang paling utama, ada dua hal yakni, pertama menciptakan ruang bagi mahasiswa untuk meluapkan segala emosi dan imajinasi yang bersarang di kepalanya. Sebab, di masa hari ini dapat kita ketahui semua, ide-ide selalu berakhir tragis di dalam otak dan selalu selesai hanya di tataran wacana saja. 


Kedua, persis apa yang pernah dikatakan oleh Pram, bahwa bila kita tidak menulis maka kita semua akan hilang di dalam masyarakat dan sejarah. Bahwa menulis itu penting dan pengarsipan tulisan adalah bekerja untuk 'keabadian'.

Kami mengandaikan bahwa projek ini dapat membangkitkan kegiatan penulisan di lingkungan kampus. Jika memang benar kita konsisten di wilayah-wilayah rekam gambar dan suara, mau tidak mau, sastra –arti luasnya yang berkaitan dengan semua teks ataupun lisan, mutlak dibutuhkan. Bagaimanapun, teks atau naskah merupakan pondasi utama sebelum bergerak mendalam-jauh ke tahapan-tahapan selanjutnya.


Februari 2015


Sunday 8 February 2015

Terpaksa Lucu



Tindakan  ter – aman dari ulah para pemerintah adalah menjadi pemerintah itu sendiri

Tempat ter – aman dari para pengaman adalah menjadi pengaman itu sendiri

Ruang ter – aman dari para penjahat adalah menjadi penjahat itu sendiri

Maka, hal ter – aman untuk kita memanusiakan diri sendiri adalah dengan tidak menjadi diri kita sendiri

Sekiranya apa dan siapa  yang sudah terlanjur?

Pikirlah sekali lagi dengan mata hati serangga 

Mengapa tidak, jika hal ter – aman dari semua ini adalah dengan tidak mencari rasa aman itu sendiri

Mengapa tidak, jika tenang tidak harus bersanding dengan rasa aman

Keseimbangan jadi tengah nya

Layaknya  juri dari semua kompetisi arogan ini

Sama seperti cinta, keseimbangan lah yang menentukan kita ada dimana, ia yang sudah seharusnya menerima penghormatan atas ketidak-eksistensi-annya

Berlaku sebagai orang ketiga super-netral

Aman yang seperti apa yang saat ini masih saja dikejar oleh semua manusia itu?

Untuk apa menjadi aman..

Ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha HEI KAMU!

Tidak ada lagi  ruang untuk bersembunyi

Lemas rasanya…….


Ridho Afwan Rahman
Bintara Raya, 28 Januari 2015

Distraksi




Dengarkan semuanya

Keadaan sudah genting

Air laut sudah naik tinggi se-Tuhan

Kesombongan menyambar tanah pusakanya

Sementara caruk maruk muak tetap tenggelam di sisi kiri pesisir sumur yang tertutup pengap

Tak perlu lagi bertanya, tak perlu lagi aksi

Memang sudah terlanjur

Kita yang dihidupkan jadilah kita yang kini hidup untuk mengaku-ngaku dan seolah-olah bisa untuk menghidupkan manusia lainnya

Setelah ini silahkan usap dadamu dan pulanglah kembali ke dalam ruang-ruang doa mu yang sepi itu

Dan kepulanganmu itu, sudah menjadi sebuah lelucon rotasi formalitas semata di balik langkah menjijikkan di detik berikutnya

Ibu kota kini sudah tua dan mengharukan

Semua jiwanya kocar-kacir seperti pemburu yang selalu mengintip di balik celah kaca senjatanya

Memburu setiap pilihan yang ada

Mengapa aku tersedak kali ini

Setelah aku sadar bahwa sebenarnya hanya ada dua pilihan yang ditawarkannya

Memilih untuk tidak memilih atau memilih untuk dipilihkan

Tak ada rencana baru, hanyalah serangkaian lelah yang terus dimaklumi di setiap harinya

Setidaknya masih ada sedikit pilihan lain

Berencana untuk tidak memiliki rencana

Namun itu pun adalah tertawaan bagi mereka yang sudah menyiapkan rencana

Ibu kota dan seisinya sedang tergesa-gesa layaknya sedang menyaingi takdir kecepatan cahaya

Apa lagi yang harus dipertanyakan

Semua sudah kadung di ujung tanduk

Hidup sambil menggali liang lahat kita bersama

Karena kita, ternyata bukan manusia


Ridho Afwan Rahman
Tebet, 22 Januari 2015