Dengarkan semuanya
Keadaan sudah genting
Air laut sudah naik tinggi se-Tuhan
Kesombongan menyambar tanah pusakanya
Sementara caruk maruk muak tetap
tenggelam di sisi kiri pesisir sumur yang tertutup pengap
Tak perlu lagi bertanya, tak perlu lagi
aksi
Memang sudah terlanjur
Kita yang dihidupkan jadilah kita
yang kini hidup untuk mengaku-ngaku dan seolah-olah bisa untuk menghidupkan
manusia lainnya
Setelah ini silahkan usap dadamu dan
pulanglah kembali ke dalam ruang-ruang doa mu yang sepi itu
Dan kepulanganmu itu, sudah menjadi sebuah
lelucon rotasi formalitas semata di balik langkah menjijikkan di detik
berikutnya
Ibu kota kini sudah tua dan mengharukan
Semua jiwanya kocar-kacir seperti
pemburu yang selalu mengintip di balik celah kaca senjatanya
Memburu setiap pilihan yang ada
Mengapa aku tersedak kali ini
Setelah aku sadar bahwa sebenarnya
hanya ada dua pilihan yang ditawarkannya
Memilih untuk tidak memilih atau
memilih untuk dipilihkan
Tak ada rencana baru, hanyalah
serangkaian lelah yang terus dimaklumi di setiap harinya
Setidaknya masih ada sedikit pilihan
lain
Berencana untuk tidak memiliki
rencana
Namun itu pun adalah tertawaan bagi
mereka yang sudah menyiapkan rencana
Ibu kota dan seisinya sedang
tergesa-gesa layaknya sedang menyaingi takdir kecepatan cahaya
Apa lagi yang harus dipertanyakan
Semua sudah kadung di ujung tanduk
Hidup sambil menggali liang lahat
kita bersama
Karena kita, ternyata bukan manusia
Ridho Afwan Rahman
Tebet, 22 Januari 2015
No comments:
Post a Comment