Sunday 8 February 2015

Distraksi




Dengarkan semuanya

Keadaan sudah genting

Air laut sudah naik tinggi se-Tuhan

Kesombongan menyambar tanah pusakanya

Sementara caruk maruk muak tetap tenggelam di sisi kiri pesisir sumur yang tertutup pengap

Tak perlu lagi bertanya, tak perlu lagi aksi

Memang sudah terlanjur

Kita yang dihidupkan jadilah kita yang kini hidup untuk mengaku-ngaku dan seolah-olah bisa untuk menghidupkan manusia lainnya

Setelah ini silahkan usap dadamu dan pulanglah kembali ke dalam ruang-ruang doa mu yang sepi itu

Dan kepulanganmu itu, sudah menjadi sebuah lelucon rotasi formalitas semata di balik langkah menjijikkan di detik berikutnya

Ibu kota kini sudah tua dan mengharukan

Semua jiwanya kocar-kacir seperti pemburu yang selalu mengintip di balik celah kaca senjatanya

Memburu setiap pilihan yang ada

Mengapa aku tersedak kali ini

Setelah aku sadar bahwa sebenarnya hanya ada dua pilihan yang ditawarkannya

Memilih untuk tidak memilih atau memilih untuk dipilihkan

Tak ada rencana baru, hanyalah serangkaian lelah yang terus dimaklumi di setiap harinya

Setidaknya masih ada sedikit pilihan lain

Berencana untuk tidak memiliki rencana

Namun itu pun adalah tertawaan bagi mereka yang sudah menyiapkan rencana

Ibu kota dan seisinya sedang tergesa-gesa layaknya sedang menyaingi takdir kecepatan cahaya

Apa lagi yang harus dipertanyakan

Semua sudah kadung di ujung tanduk

Hidup sambil menggali liang lahat kita bersama

Karena kita, ternyata bukan manusia


Ridho Afwan Rahman
Tebet, 22 Januari 2015

No comments:

Post a Comment