Monday 27 October 2014
Tuesday 21 October 2014
Pikiran // Harapan Singkat Tentang Harapan
Jago Kandang
Oleh: Prasetya Yudha DS
visual oleh Prasetya Yudha DS |
Sebagai salah satu
tempat pelarian terbaik, kampus kita, FSMR, memang menawarkan ruang yang absurd.
Kondisi ini tak hanya terjadi di ruang kita saja, di luar pagar pun ternyata
juga seperti itu, tetapi, perasaan memilikilah yang membuat kita setiap hari di
ruang-ruang kecil mana pun selalu menyempatkan bertukar keluh tentang masalah yang itu-itu lagi
setiap harinya. Menyampah serapah seperti biasanya.
Berada di sebuah
ruang yang sama dengan durasi tertentu membuat kita mau tak mau mesti mengalami
pertemuan dengan orang-orang yang sama selama itu. Bertemu dengan yang memiliki
rasa ingin berbeda-beda. Harap maklum jika ruang sekecil FSMR, di dalamnya
masih terbagi lagi dalam ruang-ruang kecil yang jika kita amati mereka, ada antena
di setiap kepala dengan frekuensi yang berbeda-beda. Frekuensi yang
berbeda-beda itulah yang mesti dipahami secara lapang dada karena berangkulan
(apalagi berpelukan) akan tetap menjadi mitos di ruang FSMR.
Memang ada baiknya
untuk menyembunyikan cermin, tak perlu sering berkaca untuk menengok kembali
kondisi yang lalu di mana kisah-kisah heroik, loyal, banal, spontan, chaos pernah ada. Hidup di hari ini
berarti ya hari ini, besok pun akan jadi hari ini. Alih-alih menengok kemaren,
Man Ray (salah satu tokoh Dada), sudah sejak kakeknya kemaren memberi semangat
pada kita para korban akademik seni:
“Why don’t you create a new
movement of your own, find a new title for it, that’s what you should do, no go
back to the past”.
Tak semua ingin
hidup di “industri”, tak semua ingin hidup di “seni”, tak semua ingin hidup di “jalan”,
tak semua ingin hidup di “rumah”. Memang sudah ada beberapa gerakan formal maupun
informal dari ruang-ruang kecil di FSMR ini yang memiliki tujuan mulia
akademisi, salah satunya memberi pandangan untuk memilih lubang-lubang hidup tadi,
meski dengan pengikut dan kegiatan yang pasang surut, antara ada dan tiada.
Maka sudah sepantasnya kita tetap beri tepuk tangan dan sorakan riuh. Kita yang terbiasa jadi penonton, hobi
nyinyir dan sambat di kantin, di lobi
jurusan, atau di mana saja, dimana tak
terhingga sudah kata yang keluar dari mulut yang saling bertubrukan, patah, dan
dalam sekejap diculik angin begitu saja, patut iri melihat kesibukan mereka
yang secara inisiatif, sukarela, maupun paksa aktif membuat perlawanan terhadap
ruang seabsurd FSMR, hunian sementara kita ini.
Sangat mengagetkan
tentu saat Berkaca Kata bersuara di ruang FSMR hari ini. Sebuah sekte dari jiwa-jiwa terpanggil yang
sudah tak tahan melihat kata-kata dengan seenaknya verbal, hilang, dan dilupakan
di berbagai belahan ruang FSMR. Ruang ini secara sukarela merangkul ego dan
kepala beberapa mahasiswa FSMR yang sudah kepenuhan isi, mendengarkan mereka,
lalu mendistribusikan energi mereka ke orang yang lebih banyak.
Semoga sekte ini akan tetap produktif dengan
ke-apa-saja-annya, dan menjadi virus yang menyebabkan tumbuhnya sekte-sekte baru apa pun maunya dan
tidak melupakan “bentuk” sebagai bentuk pencapaian (catatan: bagi yang mau
saja).
>< ><
><
Setelah tulisan ini
dibuat, ada yang dari dulu sering bertanya; “Kenapa harus repot-repot melakukan
sesuatu di kampus? Langsung aksi di luar pagar bukankah lebih semestinya?”
>< ><
><
Setelah tulisan ini
dibuat, ada yang tiba-tiba berdoa; “Tuhan, maafkan mulut kami yang sombong ini,
kami hanyalah seonggok akademisi seni yang sedang mencari batas.”
Tuesday 14 October 2014
(31) Senja
Senja di sore begitu indah
Menyilaukan
mata hati dunia
Bias cahaya
meraba kata
Hangat
terasa sangat bermakna
Ingin
berbagi rasa dengannya
Menikmati
indahnya sang senja
Memejamkan
mata tanpa berkata
Kan
ku iringi jalan hidupnya
Hadapi
kenyataan bersama
Menembus
batas cakrawala
Mari
nikmati, indahnya pelangi
Bersama
hadapi, perjalanan hidup ini
Selalu
berbagi, semua rasa di hati
Takan
berhenti, menggapai semua mimpi
Yang
tak bertepi
Senyum
indah bagaikan sang senja
Mengikat
mata hati, hey wanita
Kan ku
arungi langkah hidupnya
Dan membuatnya
menjadi sempurna
Reza Akbar Pahlevi
(30) Jangan Bayangkan
Angin menghantam kerasnya asa
Memberikan
tekanan pada setiap daya
Gravitasi
membentuk ruang di angkasa
Menghantui
dalam siluetnya dunia
Bergerak
mengalir mengitari dalam rotasi
Siapa
saja yang menghalangi, takan pernah berenti
Karena
itu semua akan memahami
Bagaimana
menjelaskan kata abadi
Kau takan
pernah mengetahui dasar lautan
Kau takan
pernah menduga isi dalam pegunungan
Yang kau
tahu hanya keindahan yang tampak
Tanpa
mengetahui keburukan yang berteriak
Satu
warna tampak kontras dalam kesatuan
Membuatnya
mencuri dalam perhatian
Sungguh
mengagumkan Tuhan dalam berbicara
Menyentuh
umatnya melalui rasa
Reza Akbar Pahlevi
Pikiran // Tanggapan Proses Penyelenggaraan AFTA #2 dan Organisasi-organisasi Kampus
RENUNGAN
SADAR GAK SADAR
BERORGANISASI
Oleh: M. Reza Fahriyansyah *
Tahun
jabatan para pejabat organisasi mahasiswa FSMR ISI Yk tahun 2013-2014 akan
segera berakhir, tepatnya pada bulan November semua organisasi pejabat kampus
yaitu BEM FSMR, HMJ Foto, dan HMJ Televisi akan ber-regenerasi. Pergantian masa
jabatan merupakan bagian yang sangat sakral bagi organisasi yang berbasic
kampus, karna akan ada pergantian keanggotaan pada bagian struktur
keanggotaannya dan juga tidak menutup kemungkinan perpindahan konsep program
saat menyusun program kerja setahun kedepan.
Program-program
yang sebelumnya telah ada biasanya akan berubah konsep dari tahun sebelumnya,
ada yang berubah menjadi lebih baik dan ada juga yang terkadang menjadi lebih
buruk atau, tidak menjadi lebih baik dan lebih buruk. Itu merupakan resiko dari
organisasi yang berganti kepengurusannya setiap tahunnya. Mungkin juga akan
hadir program-program baru yang ternyata hanya memberatkan organisasi itu
sendiri sampai akhirnya program tersebut lepas dan tidak bisa berjalan.
PMS
( Parangtritis Movie Syndrome ) adalah salah satu program yang terlepas dari
HMJ Televisi. PMS merupakan rancangan Festival Film yang berisi exhibition film
dan juga kompetisi film. Mungkin ada yang menduga karna persiapan atau mental
penanggung jawabnya tidak sanggup untuk melaksanakan program ini. Tapi kalau
melihat dari sudut pandang yang berbeda, ada kemungkinan bahwa HMJ dan
Mahasiswa FSMR atau lebih tepatnya mahasiswa jurusan televisi-lah yang belum
siap untuk acara yang cukup besar di kampus sendiri.
Kalau
melihat struktur organisasi yang ada di badan organisasi mahasiswa BEM dan HMJ
terbilang cukup banyak anggotanya. Tetapi pada kenyaataannya hanya beberapa
orang saja yang aktif di dalam organisasi tersebut. Contoh kasus yang baru saja
terjadi, dari awal tahun ajaran 2014-2015 BEM FSMR, HMJ Televisi, dan HMJ foto
memiliki beberapa program yang serentak sama, yaitu PPAK, dan FKI. Tetapi di
tengah antara PPAK dan FKI ada program HMJ Televisi yaitu AFTA. HMJ yang
stratanya berada di bawah BEM Fakultas mendapat mandat untuk membantu
berlangsungnya kegiatan PPAK dan FKI. Tidak sedikit personal anggota HMJ yang
memiliki triple job untuk mengurusi ke-tiga acara yang berderet di bulan
September kemarin. Sampai akhirnya semua acara yang berlangsung tidak lah
maksimal ketika berjalan. Sebabnya, karna mahasiswa yang menjadi anggota BEM
FSMR dan HMJ yang berperan di balik ke-tiga acara tersebut sama, hanya bergilir
dijobdesknya saja. Buruknya, mahasiswa yang tidak terdaftar menjadi anggota
organisasi BEM dan HMJ malah lebih aktif
dibanding anggota BEM dan HMJ sendiri.
Apakah
mungkin karna kurikulum yang memaksa kita untuk tidak bisa berkomitmen dengan
organisasi?. Kepadatan tugas dan juga kuliah menjadi titik balik mengapa
mahasiswa enggan untuk berorganisasi walaupun sebenernya mahasiswa tersebut
masuk dalam struktur organisasi tersebut. Contoh yang paling kongkrit dengan
kasus ini adalah beberapa mahasiswa yang menjadi anggota dari HMJ Televisi
angkatan 2011. Pada semester ini mereka memiliki kewajiban untuk magang demi
menuntaskan 4 sks yang mereka ambil. Sehingga membuat mereka harus mementingkan
kuliah dibanding menyelesaikan massa jabatan organisasinya yang dulu pernah
mereka pilih dengan sadar.
Tentunya
permasalahan organisasi di FSMR haruslah mahasiswa dan juga kalangan pejabat
kampus yang memikirkan solusinya sehingga organisasi kampus bisa berjalan
dengan baik seperti kampus-kampus negeri lainnya. Bukan hanya BEM dan HMJ yang
memikirkannya, tetapi seluruh mahasiswa FSMR-lah yang harus sadar bahwa setiap
program yang sudah dirancang adalah program yang niatnya untuk meningkatkan
kualitas mahasiswa dengan kegiatan yang sesuai dengan setiap jurusan dan juga
Fakultas Seni Media Rekam.
*Penulis merupakan wakil ketua HMJ Televisi 2013-2014 dan Direktur PMS (Parangtritis Movie Syndrome)
Sunday 12 October 2014
(29) Ada halimun
Ramai rasakan sepi
Urat-urat rehat ingin keluar
Sang surya berlalu pada tujuan hari
Senja...
Oranye...
Menutup semua lelah
Dilanjutkan oleh rembulan dan teman setianya
Sudah ya...
Kita pulang...
bagasOA
9 oktober 2014
Candi ijo
(28) Orgasme
Penembak beludru maju
Tembok kembar mengekar
Menelusuri dengan licin
Indera ucap terbelanga
Huruf vokal terucap
Surga keluar dari kerongkongan
Arief Budiman
6 oktober 2014
(27) Bulat?
Kita mungkin belum bulat sempurna
Belum terarsir semua
Dan belum seimbang bersama
Kita mungkin bulat seutuhnya
Utuh itu belum tentu bersama apalagi sempurna
Sempurna mungkin juga bukan seimbang, maka mengapa harus
bersama?
Bersama tak harus menjadi bulat, terarsir dan sempurna
Kotak, warna dan lain-lain mungkin bisa menjadikan sempurna
Walaupun sejatinya tidak ada kesempurnaan
Cukupkah bulat mewakili kesempurnaan?
Dan bila bulat tidak mampu mewakilinya, apakah itu?
Sudahlah.
Lekas pergi kesana, tempat tanpa batas aturan
Berkaca kata
8 oktober 2014
(26) AAHHH!
Malam lembut
Sayup-sayup hembusan embun
Bulu-bulu kakiku bersenggama dengan kaki meja
Bercengkrama dengan sahabat dan semesta
Melempar tanya tentang sahabat lain yang berusaha menelan
semesta
Apa ada yang aneh saat ini?
Mungkin kita akan tua dan keriput bertemankan pelukan
kata-kata
Bagaimana cara kita berteman?
Apakah ini tentang intensitas bertemu?
Atau tentang seberapa lama kita berkawan?
Mungkin saksi bisu disekitar tahu jawabnya
Atau... waktu?
Berkaca kata
8 oktober 2014
(25) Maha
Bulan ini lalu tersenyum pelan
Menghias malam berselimut remang
Tanpa berkurang, rona hingga menusuk tajam ke seluk urat
mata sang penyair
Meninggalkan sedikit bercak pada kegelapan bumi
Membuka kembali kenangan yang terlupakan
Mengikat dalam jiwa-jiwa sepi
Mengulang lagi nikmatnya melamun bingung
Perantaramu sangat indah tuhan, terang saat remang
Tak tahu pada siapa harus berpegang
Tak tahu pada siapa harus terangsang
Maka terang dan tenangkanlah hati yang tersadar
“om bhurbvah saha tatsavithur varnyam bargo devasya dimahi
dyoyonan prachodaya”
“om bhurbvah saha tatsavithur varnyam bargo devasya dimahi
dyoyonan prachodaya”
“om bhurbvah saha tatsavithur varnyam bargo devasya dimahi
dyoyonan prachodaya”
Sehatlah dan kita semua akan bercinta dalam terang
Berkaca kata
8 oktober 2014
Saturday 11 October 2014
Resensi Filem Sirine (Film Produksi Televisi 2011)
(1) SIRINE : Fenomena Narkoba yang Belum Sirna
Oleh: Neni Rima Munthi Sembiring
B
Film Sirine adalah sebuah film hasil
karya praktika mahasiswa 2011 ISI Yogyakarta . Film ini dibuat secara omnibus,
satu hal yang harus diketahui bahwa film omnibus adalah jenis film yang di dalamnya
terdiri dari beberapa tema/scene, beberapa sutradara dan penulis naskah yang
berbeda dan dalam film omnibus ada beberapa cerita yang berbeda baik karakter
dan alurnya . Masing-masing segmen dalam suatu omnibus haruslah pendek dan
mempunyai durasi yang singkat.
Jenis film omnibus juga masih sangat
jarang di produksi di Indonesia. Adapun beberapa contoh film omnibus yang
pernah beredar di Indonesia adalah Rectoverso, Jakarta Magrib, Perempuan Punya
Cerita. Berbicara mengenai omnibus mengingatkan kita tentang salah satu film
Omnibus yang menjadi hits dan
mendapat banyak penghargaan yaitu ‘Paris Je T’aime’ (2006) yang di sutradarai oleh 22 sutradara papan atas dengan
menampilkan 18 cerita pendek.
SIRINE adalah bagian ke-2 dari
omnibus yang berjudul ‘Sudut Kota Bercerita’.
Film ini sendiri bercerita tentang aksi sekelompok gembong narkoba yang
melakukan berbagai cara demi dapat menyelamatkan mereka dari buronan polisi
namun ketika sedang beraksi ternyata ada seorang supir ambulance yng mengetahui
aksi mereka dan melaporkannya kepada polisi. Kemudian para agen narkoba
tersebut pun membuat rencana dengan menaruh bom di dalam ambulance-nya yang
sedang dalam perjalanan ke rumah sakit dan
si supir ambulance tersebut berhasil menyelamatkan para penumpang ambulance-nya
namun dia harus mengorbankan nyawa nya sendiri.
Dalam segi cerita, seperti kita
ketahui sebenarnya cerita-cerita tentang agen-agen narkoba dan polisi sudah
sering kita dengar, bahkan di ftv televisi pun kita banyak menjumpai film-film
yang mengangkat tema kriminalitas, namun satu hal yang berbeda di film tersebut
adalah penggunaan seorang supir ambulance yang dipilih untuk menyelesaikan alur
cerita. Ketika pertama kali saya menonton film ini saya merasa di buat bingung
karena ada beberapa pengemasan ceritanya yang kurang strategis dan sulit
dipahami. Contohnya saja seperti adegan pemberhentian mobil ambulance oleh
sebuah mobil pickup yang tidak dimengerti asal-usul mobilnya kenapa tiba tiba
sudah ada di depan mobil ambulance dan tiba tiba menjatuhkan botol minuman bir.
Apakah kita diajak berimajinasi dengan menganggap bahwa semua rencana sudah diatur
sedemikian oleh para gembong narkoba? Atau memang film ini sengaja di garap
dengan benuk narasi tertutup.
Ada beberapa hal yang aneh ataupun
janggal dalam film ini, contohnya dalam adegan saat supir ambulance di periksa
oleh polisi di dalam sebuah ruangan. Keanehannya itu adalah kenapa dalam ruangan
tersebut gelap dan hanya ada sebuah lampu di atasnya? Bisa dibayangkan
bagaimana seorang polisi yang begitu sibuk, sementara di dalam ruangannya hanya
ada satu buah lampu tanpa ada penerangan
lain? Dan apa hal yang mendasari penata artistiknya mengeset ruangan sedemikian
rupa, hingga terlihat aneh padahal cerita ini murni terjadi di daerah jogja
terlihat dari beberapa shot yang
mengambil nomor plat ambulance.
Kedua, adalah saat adegan si supir
melewati rel kereta api untuk menyelamatkan dirinya, jelas terlihat bahwa
hitungan mundur bom masih 01.03 menit, tapi kenapa ambulance sudah meledak dan di
beritakan bahwa supir telah meninggal.
Emosi dalam film ini sendiri belum
begitu terasa, sebagi penonton saya sendiri tidak merasakan ketegangan yang
berarti saat adegan-adegan terakhir yaitu
saat penyelamatan ambulance oleh si supir maupun saat bom kemudian
meledak ketika melewati perlintasan kereta api. Dalam pengadeganan, para pemain terlihat baik
dalam melakukan lakonnya apalagi dengan bantuan dari cara pengambilan teknis
kamera.
Film ini membuat kita kembali lagi ke
cerita-cerita tentang kriminalitas yang sudah banyak kita tonton sebelumnya
baik itu dari televisi maupun film bioskop sekalipun contohnya X-The Last Moment, The Raid, True Hear.
(2) MENERJEMAHKAN TANDA
Oleh : Rohmatun
Nur Jannah
Film pendek berjudul SIRINE diproduksi oleh Seven Power Three Energy Pictures tahun 2013. Merupakan film tugas berdurasi 13 menit
untuk memenuhi kebutuhan mata kuliah produksi televisi. Film ini disutradarai
oleh Eka Wahyu P, mahasiswa jurusan televisi Institut Seni Indonesia Yogyakarta
angkatan tahun 2011. Film tersebut merupakan omnibus dengan tema besar Sudut
Kota Bercerita. Film tersebut bercerita tentang tertangkapnya jaringan
narkotika nasional. Tokoh utama dalam film tersebut adalah seorang supir
ambulan yang lugu serta bertanggung jawab bernama Ahmad. Ahmad yang tidak tahu
apa-apa seketika harus menerima nasib jeleknya menjadi buronan gembong narkoba.
Sebab Ahmad melaporkan kepada polisi tentang gembong narkoba setelah ia
menerima secarik kertas link website
yang berisi koordinat penyebaran narkotika di Indonesia oleh seorang yang
tiba-tiba mencegat dan masuk ke dalam ambulannya.
Sirine merupakan sebuah alat yang berfungsi sebagai tanda
peringatan bahaya yang digunakan untuk kendaraan layanan darurat seperti
ambulan, polisi, dan pemadam kebakaran. Jika sirine dibunyikan maka semua orang
sepakat bahwa itu adalah tanda darurat. Dalam film pendek berjudul Sirine ini,
penulis mengartikan keterkaitan sebuah tanda bahaya dari sopir ambulan dengan
kasus terbongkarnya gembong narkotika di Indonesia. Menurut penulis, sang
sutradara berhasil membangun karkter-karakter tokoh sehingga konflik yang
disampaikan kepada penonton dapat diterima dengan jelas. Sebuah tanda awal itu
muncul dari konflik Ahmad dengan isterinya. Dimana sang istri sangat khawatir
terhadap kondisi Ahmad yang dalam keadaan bahaya. Tetapi Ahmad meyakinkan
isterinya bahwa ia akan baik-baik saja dan akan menjadi suami serta ayah yang
terbaik untuk anaknya yang akan lahir. Bahwa sirine bahaya sudah berbunyi
menghantui hidupnya. Hingga akhirnya nyawa Ahmad terenggut dalam ambulannya
yang meledak karena sudah dipasang bom waktu oleh pesuruh bos narkotika.
Terkadang kita dalam hidup mengabaikan sebuah tanda bahaya.
Padahal ia mengintai disetiap waktu dan menunggu untuk mengeksekusi. Sang
sutradara disini selain berhasil membangun karakter, ia juga berhasil membangun
sebuah konflik teratur dengan alur maju yang pas. Sutradara juga berhasil
mengeksekusi film dengan kesatuan tanda yang baik. Ia mengkolaborasikan dengan
sebuah mobil ambulan yang membunyikan sirinenya sebagai tanda bahaya membuat film
ini lebih hidup. Tanda bahaya bahkan untuk sang tokoh utamanya sendiri. Film ini membahas seputar dunia narkotika yang
sampaikan dengan baik oleh sang sutradara. Sehingga lebih baik jika segmentasi audience penonton film ini adalah
dewasa.
Data Film:
Sirine | 2013 | 13:00 | Sutradara: Eka
Wahyu | Penulis Naskah: F. Prasetya Effendi
Subscribe to:
Posts (Atom)