Oleh: Dinar
Surya Oktarini
“Menilai karya seni berarti menilai
karya itu secara keseluruhan, bukan secara fragmentaris terpotong-potong,
karena yang harus dinilai adalah norma-norma pokok yang terkandung di dalamnya”
Mengupas film - H. Usmar Ismail.
Ini seperti membicarakan sesuatu yang
tidak kita buat secara langsung atau seperti membicarakan orang lain dan
menghujamnya habis-habisan.
Mengapresiasi sebuah karya tentulah sangat berhubungan dengan apa karya
itu dibuat atau untuk apa karya itu ada. Sehingga ketika kita membicarakannya
mungkin kita bisa mulai secara garis besar atau luas terhadap suatu karya
tersebut. Ketika
berbicara audio visual pasti sejenak yang terfikir adalah sebuah film dari
penggabungan beberapa frame foto. Suatu karya film dapat meringkus suatu
kejadian lampau bahkan kejadian masa depan. Ia dapat membuat beberapa detik
menjadi beberapa jam, memadatkan satu abad dalam waktu satu menit, membawa kita
ke
belakang semenit kemudian ke masa
depan.
Karya seni terapan berupa digital audio
visual ini mempunyai banyak sifat-sifat yang membuat film menjadi media yang
paling ampuh dan realistis dibanding media artistik lainnya, sekaligus
merupakan faktor-faktor yang membuat analisa film menjadi proses yang sangat
sulit.
Seni akan tumbuh tidak jauh dari waktu
dan lingkungan dimana karya seni itu tumbuh, karena lingkungan di sekitar juga pasti direspon oleh para
senimannya untuk menjadi sumber inspirasi. Bahkan kontribusi pada lingkungan
dimana karya seni itu diciptakan juga dan dapat berpengaruh. Kebanyakan karya
yang dibuat karena adanya keresahan pelaku seninya dengan keadaan lingkungannya
atau rasa penasarannya terhadap sesuatu yang dianggap janggal pada hal
tertentu, maka keluarlah ide, gagasan baru untuk menciptakan suatu karya.
Film dokumenter sendiri adalah film
yang mendokumentasikan cerita dari sebuah kisah nyata. Kata dokumenter sendiri
pertama kali digunakan pada tahun 1926 di sebuah resensi film yang berjudul
“Moana”. Film dokumenter termasuk kategori film non fiksi, suatu jenis film
yang melakukan interpretasi terhadap subyek dan latar belakang yang nyata.
Film-film seperti ini peduli terhadap perilakun masyarakat, suatu tempat atau
aktivitas.
Karya Dokumenter yang diberi judul
“Distribusi Pasar Senthir” kali ini yang penulis akan apresiasi dalam bentuk
tulisan. Menanggapi fenomena yang ada di jogja yang biasa disebut pasar senthir atau pasar klithikan (pasar yang menjual barang bekas atau barang curian) ini
munculnya kecurigaan terhadap bagaimana barang-barang yang ada di pasar senthir
di distribusi, bagaimana urutan yang tidak banyak diketahui orang berhenti hanya sekedar isu,
sebelum barang-barang itu dijual di pasar yang hanya buka dimalam hari dan
dijual dengan harga sangat murah.
Dari bagaimana penyampaian untuk
dokumenter pasar senthir ini, filmmaker-nya sendiri ingin menyampaikannya
dengan pendekatan investigasi atau investigasi jurnalistik. Peristiwa yang
diangkat merupakan peristiwa yang ingin diketahui oleh publik ataupun tidak. Dimana
para pencari informasi dalam film dokumenter tersebut berpura-pura menjadi seseorang yang ingin membuka usaha
berjualan di pasar senthir. Kemudian pelaku itu seolah-olah adalah umpan bagus
untuk memancing
dedengkot para distributor pasar senthir keluar dan menampakkan diri. Penyampaiannya yang
disampaikan secara naratif menurut bagaimana jalannya kronologisnya berjalan.
Ada beberapa hal yang penyampaiannya kurang atau banyaknya kehilangan informasi
yang seharusnya didapat oleh penonton. Banyak sekali pertanyaan yang penulis
dapatkan bahkan film itu sudah ditonton sampai habis, misalnya siapa orang yang
bersama penyamar? Kemudian
pengepul barang yang akan dijual,
dibeli dari pengepul besar
mana? Luar
negrikah? Atau hasil
curian-kah ? Atau memang dibeli dari perongsok loak
keliling? Bahkan
bagaimana cara menentukan barang yang mau dibeli? mengingat di dalam film
dokumenter tersebut barang yang sudah dibeli di hari sebelumnya yang
informasinya disembunyikan tidak ditunjukkan secara gamblang. Penyampaiannya
yang kurang naratif di dalam
cerita membuat penonton dibuat mempunyai pertanyaan besar dan bahkan pertanyaan
yang ditemukan pada menit diawal film tersebut tidak dijelaskan bagaimana itu
di
belakang film.
Pembuatan film dokumenter ini tidak banyak mempertimbangkan visual
tersebut tetapi informasi yang dicapai sebenarnya bisa sampai kepada penonton
secara jelas. Tetapi ada
beberapa bagian yang sangat janggal ketika ada sebuah shot dimana salah satu penjual pasar senthir sedang bertransaksi
dengan seseorang yang tidak dikenal, shot
yang penulis yakin sekali itu diambil dari jauh dan diambil dari dalam mobil. Kemudian terjadilah percakapan antara
kedua orang tersebut dan hal yang menjanggal adalah suara yang terdengar sangat
bagus dan jernih. Hal seperti ini bagus ketika penonton ingin mengetahui
bagaimana transaksi itu berlangsung atau apa saja yang sedang dibicarakan pada
transkasi berlangsung tetapi hal ini sangat janggal karena pada jarak sejauh
itu tidak ada alat bantu perekam suara yang mendukung, suara biasa terdengar
sangat bagus. Penulis mengira adanya koordinasi atau men-direct sebelum adegan itu dilakukan.
Menjadi belajar dari sebuah karya seni
karena pemaknaan dan sebagai bentuk apresiasi tertinggi pada karya seni
tersebut termasuk apresisasi penulis dari film dokumenter ini. Menjadi bagian dalam apresiasi suatu
karya seni akan menjadi sangat banyak sekali hal-hal kritis atau melatih
kepekaan yang akan muncul sebagai penilaian subjektif dan tidak bersifat mengkritik habis suatu karya tersebut.
(2) 'DISTRIBUSI
PASAR SENTHIR'
Oleh:
Ogie Aprillian Satie
Pasar
senthir (klitikan) adalah sebuah pasar barang-barang bekas di jogja yang
berdiri sejak sekitar tahun 1960 an. Pasar senthir (klitikan) sendiri pada
tahun 90 an dikenal sebagai pasar barang-barang curian. Pada awal berdiri pasar
ini tidak menjual barang-barang curian.
Pada
film dokumenter 'DISTRIBUSI PASAR SENTHIR' yang berdurasi18 menit ini kita sebagai penonton dibawa pada fakta
bahwa tidak semua barang-barang yang di jual di pasar senthir tidak semua adalah barang curian. Hanya beberapa
oknum-oknum tertentu yang melakukan transaksi barang curian ini.
Di
perjalanan film ini penonton dibawa untuk menyaksikan 'perjalanan' barang
curian dari tangan ke tangan. Penonton di hidangkan dengan fakta-fakta tentang
bagaimana prosedur dan transaksi barang merah ini berjalan.
Barang
curian ini oleh oknum yang melakukan transaksi disebut sebagai 'Barang Merah'dimana
tidak semua pedagang di pasar senthir mau menerima 'barang merah'. Di dalam
film 'DISTRIBUSI PASAR SENTHIR' ini juga penonton akan dibawa kepada fakta
bahwa transaksi 'barang merah' tidak dilakukan didalam pasar senthir. Biasanya
transaksi barang merah ini dilakukan diluar pasar senthir yang kemudian akan
dibawa kedalam pasar senthir.
Hal
yang sangat disayangkan pada film dokumenter 'DISTRIBUSI PASAR SENTHIR' ini
adalah investigasi yang di lakukan harus terhenti dikarenakan narasumber
distribusi 'barang merah' ini gerak geriknya sudah tercium oleh pengelola pasar
senthir.
Seolah-olah
ada yang satu hal yang ditutup-tutupi oleh pengelola pasar senthir sendiri agar
tidak diketahui oleh khalayak. Sehingga informasi yang ingin disampaikan kurang
bisa tersampaikan dimana tujuan film dokumenter ini sendiri adalah apakah benar
pasar senthir ( klitikan) adalah pasar yang mendistribusikan barang-barang
curian.
Data Film:
Distribusi Pasar Senthir | 2014 | 00:00 | Sutradara : Dewangga Arya P.
No comments:
Post a Comment