(1) PAGI BERJANJI?
Oleh: Agge
Akbar
Beberapa
orang menganggap janji adalah sesuatu hal yang benar-benar harus ditepati,
itulah yang mungkin ingin disampaikan oleh film Pagi bersama tagline-nya “karena pagi tidak pernah
mengingkari janji”. Diperlihatkan ketika setiap pagi si Jamilah selalu membawakan
anaknya seikat bunga. Walaupun, jika saya tidak mendengar langsung dari
penjelasan sang pembuat film, saya juga tidak akan tahu bahwa itu sebenarnya
sebuah janji. Karena itu lebih mengarah ke sebuah rutinitas? Sebab konotasi janji
adalah ucapan yang menyatakan kesediaan dan kesanggupan.
Si
pembuat film juga ingin menampilkan beberapa hal yang berbeda dapat hidup
bersama, ketika ditampilkan sosok Jamilah yang begitu feminim, serta Agus
selaku sang anak yang begitu bercita-cita ingin menjadi seorang tentara. Mereka
juga menganut agama yang berbeda tapi tetap bisa bersama. Ini yang saya suka!
Ketika banyak diluar sana selalu meributkan tentang sebuah perbedaan, di dalam
film ini mereka ingin meleburkan itu semua.
Walaupun
sempat terjadi konflik saat teman-teman Agus menghinanya karena penyimpangan
ibunya dan saat Agus mencari pinjaman uang untuk biaya pengobatan Jamilah, tapi
Agus seperti tidak memperdulikan celotehan dunia luar. Itu semua juga tidak
lepas dari apa yang telah dilakukan Jamilah, ia memungut Agus kecil ketika
terjadi gempa jogja yang telah memisahkan Agus dengan ibu kandungnya.
Jamilah
pun pernah mengalami kecelakaan tragis yang merenggut nyawa istri dan anaknya.
Kejadian itupun yang membuat Jamilah berubah menjadi seorang banci dengan
alasan ingin tetap menjadi satu bersama kepribadian sang istri, karena dia
begitu mencintainya
Ikatan
inilah yang coba disuguhkan dalam film pagi, tapi sayang pertunjukan drama yang
cukup unik ini harus ternoda gara-gara kecelakaan yang dialami Jamilah. Dia
menabrak papan peringatan perbaikan jalan, dengan kecepatan sepeda dan rute
yang sama setiap harinya, seharusnya dia dengan mudah bisa menghindarinya, atau
setidaknya bisa menghentikan laju sepedanya. Atau mungkin karena kepribadian
Jamilah yang begitu feminim, jadi dia begitu susah untuk menghindari rintangan
itu.
Juga
ketika Jamilah terbaring sakit, tiba-tiba agus mengikat kaki dan tangan Jamilah.
Penyampaian bahwa Agus mengikatnya karena tidak ingin Jamilah keluar dan
mengetahui kalau Agus ikut menjadi banci di perempatan, untuk mencari uang
pengobatan. Saya pribadi harus berpikir lebih untuk tahu maksud ikatan itu.
Karena pada awalnya saya mengira bahwa Jamilah sudah meninggal.
Sebenarnya
apa yang memotivasi Agus untuk mengambil langkah mengamen dengan menjadi banci
masih kurang begitu jelas, kenapa harus mengamen sebagai banci? Padahal bisa
saja dia mengamen sebagai bocah laki-laki biasa seperti pengamen kecil
kebanyakan.
Kenapa
foto Jamilah ketika bersama istrinya bisa terbuka atau berserakan, padahal ketika
Agus kebingungan mencari wig dia tidak menyentuh meja dan hanya mengambil wig
yang tergantung di samping kaca. Itu cukup menjadi sebuah pertanyaan.
Tapi
semua jalan cerita itu bisa dibungkus dengan apik, pengambilan gambarnya
dilakukan dengan indah. Mata bisa nyaman mengikuti adegan per adegan hingga
film selesai.
(2) APRESIASI KARYA FILM PAGI
Oleh:
Dewi Puspita Sari L.
Film pendek yang berjudul
pagi menceritakan tentang seorang waria yang berperan sebagai ibu untuk seorang
anak yang bernama agus. Waria ini bekerja sebagai penjaga toko bunga, dan saat
pulang ia selalu membawa seikat bunga untuk diletakan di kamar anaknya.Sang ibu
juga kadang bekerja sebagai pengamen jalan dengan kostum waria, hingga pada
suatu hari sang ibu mengalami kecelakaan dan agus berusaha meminjam uang kepada
tetangganya untuk berobat, namun para tetangga menolak karena sang ibu di
anggap sebagai sampah masyarakat.
Dari segi tekno fisik film
ini tentunya sudah memenuhi teknik sinematografi yang baik dan benar. Pengambilan
shot dengan angel dan shot size yang pas dan menarik di setiap scene nya serta
terdapat pendukung artistik yang membuat beberapa shot terlihat estetis.Sebenarnya
disini saya akan membahas film ini mengarah kepada tekno kulturalnya, namun
saya melihat ada beberapa tekno fisik yang mungkin sedikit terlewatkan yaitu
kontuinitas.Dalam film pagi ini saya menemukan ada dua adegan yang jumping, yaitu pada saat sang ibu
meletakkan bunga di vas bunga dan kondisi agus sedang tidur terlentang dengan
menghadap sedikit serong. Sedangkan pada shot selanjutnya dengan adegan yang
berkelanjutan terlihat agus tidur terlentang saja.
Adegan jumping yang kedua
pada saat flasback agus masih kecil.Disitu terlihat agus kebingungan mencari
sang ibu dan akhirnya duduk termenung di pinggir jalan sambil membawa kalung pemberian
ibunya.Shot awal posisi kalung pertama kali ada di genggaman tangan agus, dan
pada shot selanjutnya posisi kalung sudah jatuh ketanah.Dalam kajian tentang
kontinuitas mungkin ini masih bisa di bilang kontiniti, karena tidak semua
adegan bisa di visualisasikan melalui shot gambar (saat kalung itu jatuh ke
tanah).Namun menurut saya itu bisa dikatakan kontiniti ketika antara
perpindahan shot pertama dan kedua diberi transisi dissolve, karena dissolve
disini menerangkan ada jangka waktu yang sedikit lebih lama untuk agus menagis,
sehingga ada kemungkinan kalung itu terjatuh, dan tak perlu ditunjukan ketika
kalung itu jatuh,karena dengan insting ketika agus menangis dengan kondisi yang
seperti itu menandakan bahwa ia sedang putus asa dan segala emosinya melemah
memungkinkan kalung itu jatuh dari gengamannya.
Dari segi tekno kultural disini
saya akan membahas seseorang laki-laki yang memutuskan menjadi waria dan
menjadi ibu dari agus.Dalam budaya barat, waria mungkin sudah di anggap biasa,
namun dalam budaya timur berbeda, terutama di Indonesia. Waria masih di anggap
tabu dan tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat indonesia.Penganggkatan
tema waria dalam film ini sebenarnya sudah bagus, karena menceritakan sesuatu
yang berbeda dibanding dengan lainnya. akan tetapi perlu di ingat bahwa kita
berada dalam budaya timur, dengan kondisi masyarakat yang heterogen. Mungkin sebagian
orang ada yang menerima film ini, tapi mungkin juga menolaknya (mengkritisinya),
walaupun film ini mempunyai makna yang baik.Terutama adegan bagian agus meniru sang
ibunya menjadi waria dan mengamen di jalanan.Apabila anak yang belum
benar-benar mengerti, mungkin film ini bisa di salah artikan olehnya.
Selama ini waria dikaitkan
erat dengan homoseksual, namun ada beberapa golongan waria yang tidak seperti
itu, dan dalam film ini digambarkan waria yang mempunyai alasan yang kuat
mengapa ia memutuskan menjadi waria. Kalau menurut saya ketika seseorang
mengambil keputusan untuk menjadi seorang waria, ia telah mengalami pergulatan
panjang dengan perjalanan kehidupannya. Namun yang menjadi pertanyaanya dalam
film ini adalah mengapa sang ibu memutuskan ia menjadi seorang waria, padahalia
sejatinya adalah laki-laki. Menapa laki-laki itu tidak memutuskan untuk menjadi
ayahnya saja?bukannkah jika ia menjadi ayah dari agus ia tetap bisa merawat dan
menyayangi agus seperti halnya ketika ia menjadi seorang ibu (waria)?ini
mungkin pertanyaan saya yang masih belum terjawab.
Ditinjau dari setting lokasinya yaitu jogja, bisa
dilihat dari plat nomor motor yang terparkir di depan rumah tetangga agus. Jogja
yang merupakan kota pendidikan dan kebudayaan erat dengan budaya jawa yang
halus dan santun. Dalam film ini dicerminkan dengan penggunaan bahasa jawa pada
percakapannya, walaupun bukan bahasa jawa kromo yang digunakan, akan tetapi
setidaknya penggunaan bahasa jawa sudah bisa mewakilinya.
Data film:
Pagi | 2013 | 13:51 | Sutradara : Syamarda Swandhika | Penulis Naskah : Euodia W. Umbas Lestari
No comments:
Post a Comment