Saturday 11 October 2014

Resensi Filem Sirine (Film Produksi Televisi 2011)


(1)    SIRINE : Fenomena Narkoba yang Belum Sirna
Oleh: Neni Rima Munthi Sembiring B

Film Sirine adalah sebuah film hasil karya praktika mahasiswa 2011 ISI Yogyakarta . Film ini dibuat secara omnibus, satu hal yang harus diketahui bahwa film omnibus adalah jenis film yang di dalamnya terdiri dari beberapa tema/scene, beberapa sutradara dan penulis naskah yang berbeda dan dalam film omnibus ada beberapa cerita yang berbeda baik karakter dan alurnya . Masing-masing segmen dalam suatu omnibus haruslah pendek dan mempunyai durasi yang singkat.

Jenis film omnibus juga masih sangat jarang di produksi di Indonesia. Adapun beberapa contoh film omnibus yang pernah beredar di Indonesia adalah Rectoverso, Jakarta Magrib, Perempuan Punya Cerita. Berbicara mengenai omnibus mengingatkan kita tentang salah satu film Omnibus yang menjadi hits dan mendapat banyak penghargaan yaitu ‘Paris Je T’aime’ (2006) yang di sutradarai oleh 22 sutradara papan atas dengan menampilkan  18 cerita pendek.

SIRINE adalah bagian ke-2 dari omnibus yang berjudul ‘Sudut Kota Bercerita’.  Film ini sendiri bercerita tentang aksi sekelompok gembong narkoba yang melakukan berbagai cara demi dapat menyelamatkan mereka dari buronan polisi namun ketika sedang beraksi ternyata ada seorang supir ambulance yng mengetahui aksi mereka dan melaporkannya kepada polisi. Kemudian para agen narkoba tersebut pun membuat rencana dengan menaruh bom di dalam ambulance-nya yang sedang dalam perjalanan ke rumah sakit dan si supir ambulance tersebut berhasil menyelamatkan para penumpang ambulance-nya namun dia harus mengorbankan nyawa nya sendiri.

Dalam segi cerita, seperti kita ketahui sebenarnya cerita-cerita tentang agen-agen narkoba dan polisi sudah sering kita dengar, bahkan di ftv televisi pun kita banyak menjumpai film-film yang mengangkat tema kriminalitas, namun satu hal yang berbeda di film tersebut adalah penggunaan seorang supir ambulance yang dipilih untuk menyelesaikan alur cerita. Ketika pertama kali saya menonton film ini saya merasa di buat bingung karena ada beberapa pengemasan ceritanya yang kurang strategis dan sulit dipahami. Contohnya saja seperti adegan pemberhentian mobil ambulance oleh sebuah mobil pickup yang tidak dimengerti asal-usul mobilnya kenapa tiba tiba sudah ada di depan mobil ambulance dan tiba tiba menjatuhkan botol minuman bir. Apakah kita diajak berimajinasi dengan menganggap bahwa semua rencana sudah diatur sedemikian oleh para gembong narkoba? Atau memang film ini sengaja di garap dengan benuk narasi tertutup.

Ada beberapa hal yang aneh ataupun janggal dalam film ini, contohnya dalam adegan saat supir ambulance di periksa oleh polisi di dalam sebuah ruangan. Keanehannya itu adalah kenapa dalam ruangan tersebut gelap dan hanya ada sebuah lampu di atasnya? Bisa dibayangkan bagaimana seorang polisi yang begitu sibuk, sementara di dalam ruangannya hanya ada satu buah lampu tanpa  ada penerangan lain? Dan apa hal yang mendasari penata artistiknya mengeset ruangan sedemikian rupa, hingga terlihat aneh padahal cerita ini murni terjadi di daerah jogja terlihat dari beberapa shot yang mengambil nomor plat ambulance. 

Kedua, adalah saat adegan si supir melewati rel kereta api untuk menyelamatkan dirinya, jelas terlihat bahwa hitungan mundur bom masih 01.03 menit, tapi kenapa ambulance sudah meledak dan di beritakan bahwa supir telah meninggal.

Emosi dalam film ini sendiri belum begitu terasa, sebagi penonton saya sendiri tidak merasakan ketegangan yang berarti saat adegan-adegan terakhir yaitu  saat penyelamatan ambulance oleh si supir maupun saat bom kemudian meledak ketika melewati perlintasan kereta api.  Dalam pengadeganan, para pemain terlihat baik dalam melakukan lakonnya apalagi dengan bantuan dari cara pengambilan teknis kamera. 

Film ini membuat kita kembali lagi ke cerita-cerita tentang kriminalitas yang sudah banyak kita tonton sebelumnya baik itu dari televisi maupun film bioskop sekalipun contohnya  X-The Last Moment, The Raid, True Hear. 


 
(2)                MENERJEMAHKAN TANDA
Oleh : Rohmatun Nur Jannah

Film pendek berjudul SIRINE diproduksi oleh Seven Power Three Energy Pictures tahun 2013. Merupakan film tugas berdurasi 13 menit untuk memenuhi kebutuhan mata kuliah produksi televisi. Film ini disutradarai oleh Eka Wahyu P, mahasiswa jurusan televisi Institut Seni Indonesia Yogyakarta angkatan tahun 2011. Film tersebut merupakan omnibus dengan tema besar Sudut Kota Bercerita. Film tersebut bercerita tentang tertangkapnya jaringan narkotika nasional. Tokoh utama dalam film tersebut adalah seorang supir ambulan yang lugu serta bertanggung jawab bernama Ahmad. Ahmad yang tidak tahu apa-apa seketika harus menerima nasib jeleknya menjadi buronan gembong narkoba. Sebab Ahmad melaporkan kepada polisi tentang gembong narkoba setelah ia menerima secarik kertas link website yang berisi koordinat penyebaran narkotika di Indonesia oleh seorang yang tiba-tiba mencegat dan masuk ke dalam ambulannya.

Sirine merupakan sebuah alat yang berfungsi sebagai tanda peringatan bahaya yang digunakan untuk kendaraan layanan darurat seperti ambulan, polisi, dan pemadam kebakaran. Jika sirine dibunyikan maka semua orang sepakat bahwa itu adalah tanda darurat. Dalam film pendek berjudul Sirine ini, penulis mengartikan keterkaitan sebuah tanda bahaya dari sopir ambulan dengan kasus terbongkarnya gembong narkotika di Indonesia. Menurut penulis, sang sutradara berhasil membangun karkter-karakter tokoh sehingga konflik yang disampaikan kepada penonton dapat diterima dengan jelas. Sebuah tanda awal itu muncul dari konflik Ahmad dengan isterinya. Dimana sang istri sangat khawatir terhadap kondisi Ahmad yang dalam keadaan bahaya. Tetapi Ahmad meyakinkan isterinya bahwa ia akan baik-baik saja dan akan menjadi suami serta ayah yang terbaik untuk anaknya yang akan lahir. Bahwa sirine bahaya sudah berbunyi menghantui hidupnya. Hingga akhirnya nyawa Ahmad terenggut dalam ambulannya yang meledak karena sudah dipasang bom waktu oleh pesuruh bos narkotika.

Terkadang kita dalam hidup mengabaikan sebuah tanda bahaya. Padahal ia mengintai disetiap waktu dan menunggu untuk mengeksekusi. Sang sutradara disini selain berhasil membangun karakter, ia juga berhasil membangun sebuah konflik teratur dengan alur maju yang pas. Sutradara juga berhasil mengeksekusi film dengan kesatuan tanda yang baik. Ia mengkolaborasikan dengan sebuah mobil ambulan yang membunyikan sirinenya sebagai tanda bahaya membuat film ini lebih hidup. Tanda bahaya bahkan untuk sang tokoh utamanya sendiri. Film ini membahas seputar dunia narkotika yang sampaikan dengan baik oleh sang sutradara. Sehingga lebih baik jika segmentasi audience penonton film ini adalah dewasa.

Data Film:
Sirine | 2013 | 13:00 | Sutradara: Eka Wahyu | Penulis Naskah: F. Prasetya Effendi

No comments:

Post a Comment